Latest Post

SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim menyelenggarakan kegiatan dengan tema “Pelatihan Google App Bagi Pendidikan di Abad 21 Menuju Sekolah Tanpa Kertas”.
Pelatihan dilaksanakan mulai tanggal 2 -7 Agustus 2015 di Mesra Business and Resort Hotel dan diikuti sebanyak 100 pserta, dengan rincian Guru SMP sebanyak 20 orang, guru SMA 43 orang dan guru SMK 37 orang.
Sebagai pembuka acara yaitu Kepala UPTD Tekkom dan Infodik Disdik Prov. Kaltim dikarenakan Kepala Dinas Pendidikan Prov. Kaltim sedang tidak ada ditempat. Pembukaan dihadiri Perwakilan Google Indonesia, Asosiasi Guru Teknologi Informasi Indonesia (AGTIFINDO) Kaltim, Asosiasi Guru Teknologi Informasi (AGTIFINDO) Samarinda.
Mutanto, M.Si mengatakan dalam sambutannya sesaat sebelum membuka acara “Salah satu tolak ukur sekolah yang maju dan modern adalah penerapan dan optimalisasi proses pembelajaran dan administrasi sekolah menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). TIK yang digunakan dalam proses pembelajaran, bank data, bahan ajar berbasis TIK, digital library, pembelajaran online.” paparnya.
“Saya yakin bahwa kegiatan ini, nantinya dapat meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik sekaligus mutu instansinya. Semoga kegiatan pelatihan yang dirancang ini dapat memberikan manfaat ganda bagi pihak sekolah, karena program yang digunakan bersifat freeware atau gratis, mudah dikembangkan dan dapat diimplementasikan di lingkungan sekolah menuju paperless school dengan meminimalisir penggunaan kertas dengan beralih pada pemanfaatan teknologi secara maksimal.” tambahnya.
Adapun narasumber dalam pelatihan ini yaitu Pepita Gunawan (Education Manager, Google Indonesia), Indra Charismiadji (Pengamat Pendidikan, Eduspec Indonesia), Budi Prasetya (Senior Trainer, Intel Edukasi), Fathur Rachim, S.Kom, M.Pd (Pemimpin GEG Kalimantan Timur, Master Traner Intel Teach dan Intel Visionaries Ambassador, Ketua Umum DPP AGTIFINDO), Catur Yoga M (GEG East Jakarta, Trainer Intel Teach, Sekretaris Umum DPP AGTIFINDO, Guru TIK MAN 9 Jakarta), Siti Khodijah Dewi Utari (Pemimpin GEG Bogor, Trainer Intel Teach, Bendahara Umum DPP AGTIFINDO).
Muchtar Lubis selaku pembina GEG (Google Educator Group) Kaltim mengatakan dalam sambutannya bahwa “Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan TIK secara maksimal. Disamping itu pula diharapkan dapat menjadi embrio atau simpul-simpul pusat sumber beajar dan paperless school di Kabupaten/Kota masing-masing”. (dkt/san)

Konsep Paperles School adalah mengurangi penggunaan kertas di sekolah dengan tujuan efektifitas dan efisiensi dalam manajemen sekolah. Semua ini dapat dilakukan dengan bantuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang telah berkembang dengan pesat saat ini.

Saat ini sudah umum bagi individu untuk memiliki lebih dari satu perangkat elektronik seperti laptop, smartphone, phablet dan tablet yang dapat mempermudah kita dalam mengakses sebuah informasi yang kita inginkan dan dapat berkomunikasi dengan siapapun tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu. Tapi alangkah ruginya kita sebagai guru, jika perangkat TIK tersebut tidak dapat digunakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan transformasi pengetahuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran di Madrasah.

Kita semua sudah mengetahui bahwa sebuah perubahan pastinya akan mempunyai dampak postif dan negatif, sama halnya seperti perubahan perkembangan ICT saat ini. Masih banyak Sekolah/Madrasah yang tidak memperbolehkan siswa/i nya untuk membawa smartphone dikarenakan melihat dari dampak negatif yang diakibatkan oleh teknologi tersebut. Peran orang tua dan guru dalam menanamkan pendidikan agama pada anak-anaknya serta menanamkan nilai-nilai kehidupan dan norma-norma yang baik dan tidak baik, agar pemanfaatan teknologi itu sendiri lebih tepat. Dengan demikian dampak negatif dapat semakin tersaring dan meminimaliskan dampak negatif itu sendiri.

Berbicara dalam sudut pandang positif, penggunaan teknologi, seperti smartphone, internet dan komputer telah menjadi sebuah media yang efektif untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan sehingga seorang guru dapat memberikan materi secara interaktif, menarik dan efisiensi waktu. Sekarang ini proses pembelajaran di Sekolah/Madrasah mulai disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi, sehingga memicu terjadinya perubahan paradigma dalam dunia pendidikan dari teacher centered menjadi student centered.

Hal positif dalam penggunaan teknologi dalam pembelajaran adalah mendukung program Go Green, yaitu mengurangi penggunaan kertas di Sekolah/Madrasah. Karena penggunaan kertas dapat digantikan oleh aplikasi-aplikasi pendidikan berbasis Teknologi.
Beberapa contoh penggunaan kertas yang digantikan oleh ICT:
  1. Tidak perlu memperbanyak kertas ulangan/ujian (foto copy) karena dengan membuat aplikasi Ujian Online siswa/i dapat mengakses soal ujian melalui akses internet maupun intranet Sekolah/Madrasah melalui smartphone atau laptop mereka, dalam hal ini dapat membantu mengurangi ataupun meniadakan biaya memperbanyak soal ulangan/ujian.
  2. Sekolah/Madrasah yang masih mencetak hasil ujian dan menempelnya di papan pengumuman sekolah dapat beralih dengan menggunakan Email yang dibuat secara otomatis maupun dengan menggunakan website berbasis Sistem Informasi internal untuk mempublikasikan hasil ujian secara aman.
  3. Mengirim tugas elektronik. Untuk memudahkan melakukan pengecekan, guru hanya menerima tugas yang dikirim melalui email resmi siswa ataupun menggunakan aplikasi terbaru, yaitu Google Classroom.
  4. Berbagi silabus dan catatan melalui Google Drive, sehingga siswa tidak perlu foto copy, karena sudah berbentuk digital dan dapat dibagikan secara cepat ke akun Google Drive mereka.
  5. Melakukan survey atau angket ke siswa/i dengan menggunakan Google Form, survey atau angket dengan cepat dapat kita ketahui hasilnya.
  6. Membagikan Jadwal Pelajaran dan Kalender Pendidikan Sekolah/Madrasah dengan menggunakan Google Calendar.
  7. Bimbingan Karya Tulis Ilmiah siswa dengan menggunakan Google Docs yang dapat dilakukan secara kolaborasi real time, sehingga guru dapat mengoreksi dan siswa dapat memperbaiki secara bersamaan, sehingga Karya Tulis Ilmiah yang sudah dikoreksi dan disetujui oleh pembimbing barulah dapat dicetak.
Paperless School merupakan salah satu bentuk dari Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI, yang dapat dibaca berdasarkan informasi dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)

Disusun oleh : Bidang Pengembang Kurikulum dan Kebijakan Pendidikan AGTIFINDO dan KOGTIK

Asosiasi Guru Teknologi Informasi Indonesia (AGTIFINDO.OR.ID) dan Komunitas Guru TIK dan KKPI (KOGTIK) mengadakan kerjasama dalam menyelenggarakan seminar nasional yang bertajuk “Computer Science sebagai Mata Pelajaran dan Arah Kebijakan Pemerintah dalam Kurikulum Nasional untuk peningkatan Pendidikan TIK di Sekolah”. Kegiatan ini sengaja di gagas guna memperoleh masukan dan kajian-kajian akademis dari berbagai pihak agar dapat dijadikan dasar serta pertimbangan bagi pengambil kebijakan (pemerintah) dalam membuat regulasi baru mengenai Guru dan Mata Pelajaran TIK / KKPI di kurikulum nasional mendatang.

Mendikbud, Anies Baswedan telah menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi sekolahsekolah yang baru melaksanakan Kurikulum 2013 selama 1 semester dan kembali kepada Kurikulum 2006 (KTSP). Meskipun dirasa agak sedikit terlambat dan tidak untuk semua sekolah, paling tidak kebijakan yang tidak populis ini sedikit banyak telah menyelamatkan generasi muda kita dari buta akan TIK sekaligus menyelamatkan banyak guru, khususnya guru honorer serta guru swasta dari PHK (dirumahkan).

Namun jauh sekali berbeda dengan sekolah-sekolah penyelenggara Kurikulum 2013 (sekolah piloting), mata pelajaran TIK / KKPI mencapai titik nadir, antara hidup – mati, antara ada dan tiada. Banyak guru TIK / KKPI yang telah hijrah ke struktural, beralih profesi ke berbagai profesi yang masih bisa menampung mereka, tetap bertahan dengan menjadi pengagguran terselubung, dan tidak sedikit pula yang di PHK / dirumahkan dengan alasan bahwa Permendikbud 68 tentang Peran Guru TIK dalam Kurikulum 2013 sifatnya adalah optional serta berbagai alasan lainnya.

Jika selama ini kita mendengar mengenai pelemahan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), nah begitu pula dengan TIK/KKPI, Permendikbud 68 merupakan bentuk Pelemahan terhadap Peran Guru TIK/KKPI yang tadinya sebagai Guru Mata Pelajaran Wajib menjadi Guru Bimbingan / Layanan TIK yang tugasnya identik dengan Guru BK karena memang sejarah pembuatannya mengadopsi dan mengadaptasi tugas guru BK. 

Ketika bukan sebagai mata pelajaran wajib, maka sekolah akan menjadikan Permen 68 sebagai optional/pilihan sama halnya dengan guru BK. Begitu sulitnya dibanyak sekolah untuk memberikan porsi jam tatap muka dengan guru BK, begitupula yang akan terjadi dengan Guru TIK/KKPI terlebih jika guru tersebur berstatus guru swasta atau honorer. Dan cepat atau lambat peran guru TIK itu pun akan hilang.

Permendikbud 68 yang kelahirannya premature sudah diprediksikan sejak awal akan menuai banyak masalah dan menelan banyak korban. Sejatinya jika alasan karena muatan/konten kurikulum TIK/KKPI yang dianggap ketinggalan zaman maka tentu rasionalnya adalah memperbaiki atau menambah muatan / konten TIK/KKPI yang telah ada, bukan dengan cara menghilangkan atau menghapusnya dari struktur kurikulum.

TIK "bukan" komputer, TIK adalah "Teknologi Informasi dan Komunikasi". Komputer yang "konon" memerlukan listrik tersebut hanya sebagian kecil dari TIK. Contoh sederhana, di dalam mata pelajaran TIK siswa bisa diajarkan bagaimana "algoritma pemrograman", yang mana untuk belajar algoritma pemrograman tidak harus memerlukan komputer dan listrik untuk bisa diajarkan. Olimpiade Sains Nasional "bidang Komputer" yang menjadi Event resmi Kemendikbud memprasyaratkan siswa harus memahami mengenai algoritma pemrograman. 

Computational Thinking (CT) adalah sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran. CT (berfikir komputasi) memang memiliki peran penting dalam pengembangan aplikasi komputer, namun CT juga dapat digunakan untuk mendukung pemecahan masalah disemua disiplin ilmu, termasuk humaniora, matematika dan ilmu pengetahuan. Siswa yang belajar dimana CT diterapkan dalam kurikulum (proses pembelajaran) akan dapat mulai melihat hubungan antara mata pelajaran, serta antara kehidupan di dalam dengan di luar kelas.

Berpikir komputasi adalah teknik pemecahan masalah yang sangat luas wilayah penerapannya. Tidak mengherankan bahwa memiliki kemampuan tersebut adalah sebuah keharusan bagi seseorang yang hidup pada abad ke dua puluh satu ini. Seperti juga bermain musik dan belajar bahasa asing, Computational Thinking melatih otak untuk terbiasa berfikir secara logis, terstruktur dan kreatif.

Istilah CT pertama kali diperkenalkan oleh Seymour Papert pada tahun 1980 dan 1996. Di tahun 2014, pemerintah Inggris memasukkan materi pemrograman kedalam kurikulum sekolah dasar dan menengah, tujuannya bukan untuk mencetak pekerja software (programmer) secara massif tetapi untuk mengenalkan Computational Thinking (CT) sejak dini kepada siswa. Pemerintah Inggris percaya Computational Thinking (CT) dapat membuat siswa lebih cerdas dan membuat mereka lebih cepat memahami teknologi yang ada di sekitar mereka.

Tidak hanya pemerintah Inggris, di tahun yang sama lembaga non-profit dari Amerika Code.org menyelenggarakan beberapa acara untuk mempromosikan manfaat dari berlajar pemrograman. Di beberapa negara CT mulai diintegrasikan kedalam semua mata pelajaran, bahkan di beberapa negara untuk membantu dan mempercepat pengintegrasian dan penetrasi kearah Computational Thinking, mereka memasukan Computer Science (ICT) sebagai sebuah mata pelajaran wajib dalam kurikulum nasional mereka.

Lulusan Ilmu bahasa English, Mathematic, Biology dll mungkin karirnya terbatas hanya pada bidang yang berhubungan dengan jurusannya tersebut, sedangkan lulusan Computer Science dapat berkarier dibanyak bidang seperti farmasi, hukum, wirausaha, politik, dan segala jenis ilmu pengetahuan serta enginering, bahkan dibidang seni sekalipun.

Kini Computer Science sebagai bagian dari STEM/STEAM sudah di laksanakan dibanyak negara sebagi sebuah mata pelajaran wajib, bagaimana dengan Indonesia? Kita berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat segera menerapkan Computer Science di Kurikulum Nasional kita untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dan bersaing serta menjadi pemimpin di Abad 21 ini

Seminar nasional ini mengundang para pakar TIK dan praktisi di bidang pendidikan untuk memberikan pemikirannya tentang solusi terbaik bagi guru TIK dan KKPI yang mata pelajarannya tidak berada dalam struktur kurikulum 2013. Ada pakar IT Indonesia seperti Bapak Onno W. Purbo, pakar pembelajaran Abad 21 Bapak Indra Charismiadji, Bapak Satria Dharma selaku praktisi pendidikan dan narasumber serta praktisi pendidikan lainnya.





Bulan September 2015 ini, target GEG East Jakarta akan mengadakan kegiatan Workshop Computational Thinking. Waktu kegiatan masih dalam perencanaan, dapat dipastikan kegiatan diadakan pada hari Sabtu dan tempat di MAN 9 Jakarta.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Computational Thinking?

Computational Thinking (CT) is a problem solving process that includes a number of characteristics and dispositions. CT is essential to the development of computer applications, but it can also be used to support problem solving across all disciplines, including the humanities, math, and science. Students who learn CT across the curriculum can begin to see a relationship between academic subjects, as well as between life inside and outside of the classroom.

The International Society for Technology in Education (ISTE), Computer Science Teachers Association (CSTA) and the UK Computing at School working group (CAS) have collaborated with representatives from education and industry to develop computational thinking resources for educators.

“Berpikir Komputasi adalah Keterampilan mendasar bagi Semua Orang, bukan hanya bagi Ilmuwan/Pakar Komputer saja. Untuk membaca, menulis dan berhitung, kita perlu menambahkan cara berpikir komputasi bagi setiap anak yaitu kemampuan menganalisa.” Jeannette Wing, "Computational Thinking," CACM Viewpoint, March 2006.
  • Keterampilan-Memecahkan Masalah dan Teknik dalam penelitian.
  • Metode Pengetahuan menghadapi Abad 21
  • Suatu cara untuk mengembangkan model-model sehingga sistem-sistem yang komplek dan data dalam jumlah besar dapat dipahami dengan lebih baik
  • Peralatan bagi Peserta Didik untuk menciptakan/berkarya.
Pada kegiatan Workshop Computational Thinking, peserta bersama-sama belajar, berdiskusi tentang materi dan mengerjakan soal yang ada di https://computationalthinkingcourse.withgoogle.com kegiatan ini berdurasi 4.5 jam. Diharapkan semua peserta mendapatkan Sertifikat Computational Thinking dari Google. 


Jakarta, 31 Agustus 2015. Google Educators Group (GEG) East Jakarta mengadakan kegiatan Workshop “Administrator Google Apps for Education dan Google Classroom untuk Pembelajaran Abad 21” yang bertempat di MAN 7 Jakarta. Kegiatan ini sangat berbeda, karena dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan, bapak Drs. H. Karsa Sukarsa, MM, dan didampingi oleh Pengawas Madrasah untuk MAN 7 Jakarta ibu Dra. Hj. Alwiyah, M.Pd serta Kepala TU MAN 7 Jakarta bapak Giyanta, S.Pd.

Sambutan dan pembinaan dari Kepala KanKemenag Kota Jakarta Selatan membuat kami bersemangat menjadi guru pembelajar, yang selalu siap belajar untuk meningkatkan kompetensi sebagai guru Profesional. 

Kami sangat berterima kasih kepada bapak Drs. H. Karsa Sukarsa, MM yang bersedia membuka kegiatan kami, dan memberikan semangat dan bukti dukungan kepada kami untuk selalu berbagi pengalaman dan pengetahuan antar sesama guru dalam bidang Teknologi Pendidikan dan kami juga sangat berterima kasih kepada Pengawas Madrasah Kota Jakarta Selatan, ibu Dra. Hj. Alwiyah, M.Pd dan bu Siti Fatonah, M.Pd atas dukungan dan fasilitasinya dalam kegiatan kami di Kota Jakarta Selatan.

Sesion ke-1, Google Educators Group (GEG) East Jakarta ini diawali dengan sosialisasi Permendikbud No. 68 Tahun 2014 dan memberikan contoh Administrasi Bimbingan TIK, yang di presentasikan oleh Iik Zakki Mubarok guru TIK MAN 4 Jakarta.

Sesion ke-2, bapak Okdafid, guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) MTsN 18 Jakarta mempresentasikan penggunaan Google Classroom, dan memberikan pengalamannya dalam menggunakan Google Classroom di MTsN 18 Jakarta.

Sesion ke-3, bapak Catur Yoga Meiningdias, Guru TIK MAN 9 Jakarta sekaligus sebagai Pemimpin Google Educators Group (GEG) East Jakarta, menerangkan tentang Dashboard Administrator Google Apps for Education, kegiatan ini sangat dinanti oleh peserta, karena username dan password Administrator Google Apps for Education setiap Madrasah sesuai domain Madrasahnya akan diberikan oleh bapak Catur Yoga Meiningdias.

Sesion ke-4, sesion ini lanjutan dari materi Admin Google Apps for Education, yang dipresentasikan oleh guru TIK MAN 7 Jakarta, bapak Syaifudin.

Sesion ke-5, suasana menjadi heboh dengan menariknya pemberian presentasi oleh bapak Moch. Abdul Azis guru SMAN 56 Jakarta tentang Intel Easy Step.

Administrator Google Apps for Education sangat penting diimplementasikan di Madrasah, karena dapat mampu memfilter konten-konten yang tidak pantas dilihat oleh anak-anak. Dan merupakan teknologi pembelajaran berbasis awan (Cloud Computing), antara lain dapat digunakan sebagai kegiatan pembelajaran:
  1. Google hangout: Video Conference
  2. Google Docs: Model pembelajaran kolaborasi (collaborative learning), Form online tanggapan siswa, raport online siswa, diskusi online, survey online dll.
  3. Google Calendar: Manajemen Waktu
  4. Google Site/Web Blog: Membangun situs sebagai media berbagi, catatan, portofolio yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
  5. Google Classroom: E-Learning yang dapat digunakan secara privasi dan gratis untuk Madrasah.
Kita berkumpul untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam sebuah komunitas yang bernama Google Educators Group (GEG) East Jakarta, karena kita yakin bahwa Madrasah Lebih Baik, dan Lebih Baik Madrasah.

Foto-foto kegiatan Workshop Google Apps for Education:
Gabung bersama kami di Google Educators Group (GEG) East Jakarta:
1

Sangat kecewa sebenarnya hati ini, dikarenakan tidak mendapatkan ijin untuk mengikuti Pelatihan Pemrograman Android di Universitas FTI Yarsi pada tanggal 25-28 Agustus 2015. Pengetahuan ini sebenarnya sangat penting bagi guru zaman sekarang, untuk membuat media pembelajaran berbasis Android dan dapat juga dijadikan sebuah materi untuk siswa/i dalam kegiatan Ekstrakurikuler ICT. Tapi apa boleh buat, ya tidak diijinkan. 

Semangat tetap berkorbar dalam hati ini untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Akhirnya saya meminta modul ke bu Herika Hayurani, M.Kom, ketua Program Pelatihan Pemrograman Android tersebut.

Kawan-kawan dapat melihat dan mendownload modul tersebut dibawah ini. Oke selamat belajar, dan saya pun belajar juga.


1. Pengertian Pendekatan Saintifik 

Bagian pertama ini, Saudara akan dihadapkan pada pengertian pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik adalah pembelajaran yang mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. 

Pendekatan saintifik sering dimaknai sebagai pendekatan ilmiah. Dikatakan sebagai pendekatan ilmiah karena terdapat pendekatan yang bersifat non-ilmiah. Dengan pendekatan ini, proses pembelajaran harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan pengutamaan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran.  

Selain itu, metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsipprinsip penalaran yang spesifik. Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini: 
  1. Substansi atau materipembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 
  2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 
  3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.  
  4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari substansi atau materi pembelajaran. 
  5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. 
  6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 
  7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana dan jelas, namun menarik sistem penyajiannya. 
Proses pembelajaran harus terhindar dari sifat-sifat atau nilai-nilai non-ilmiah. Pendekatan nonilmiah dimaksud meliputisemata-mata berdasarkan intuisi, akal sehat,prasangka, penemuan melalui coba-coba, serta asal berpikir kritis.  

2. Pendekatan Saintifik dalam pembelajaran 

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.  

Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu. 

Penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati, mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan. Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru sangat diperlukan. Akan tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa.  

Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) berpusat pada siswa; 2) melibatkanketerampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip; 3)melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa; serta 4) dapat mengembangkan karakter siswa. 

Tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik didasarkan pada keunggulan pendekatan tersebut. Beberapa tujuan pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah:  
  1. Untuk meningkatkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. 
  2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.  
  3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.  
  4. Diperolehnya hasil belajar yang tinggi.  
  5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.  
  6. Untuk mengembangkan karakter siswa
Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:  
  1. Pembelajaran berpusat pada siswa pedekatan dan model pembelajaran 
  2. Pembelajaran membentuk students’ self concept  
  3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme  
  4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip  
  5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir siswa  
  6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru  
  7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dalam komunikasi  
  8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya 
Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat dilaksanakan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.” Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.” Hasil akhirnya adalahpeningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik(soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. 



3.  Langkah-langkah  umum  pembelajaran  dengan  pendekatan saintifik

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik). Langkah-langkah pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam proses pembelajaran meliputi menggali informasi melaui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural.

Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat non-ilmiah. Pendekatan saintifik dalam pembelajaran disajikan sebagai berikut:

1. Mengamati (observing) 
Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi.
Kegiatan mengamati dalam pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 103 Th 2014, hendaklah guru membuka secara luas dan bervariasi kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Adapun kompetensi yang diharapkan adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi. 

2. Menanya (Questioning)  
Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan: pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat hipotetik. Dari situasi di mana peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru, masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke tingkat di mana peserta didik mampu mengajukan pertanyaan secara mandiri.
Dari kegiatan kedua dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin tahu peserta didik. Kegiatan “menanya” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014, adalah mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang diharapkan dalam menanya adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perlu untuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.
Selanjutnya, kegiatan “mengumpulkan informasi” merupakan tindak lanjut dari bertanya. Kegiatan ini dilakukan dengan menggali dan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.
Dalam Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014, aktivitas mengumpulkan informasi dilakukan melalui eksperimen, membaca sumber lain selain buku teks, mengamati objek/ kejadian/, aktivitas wawancara dengan narasumber dan sebagainya. Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.  

3. Menalar (Associating)  
Kegiatan “mengasosiasi/mengolah informasi/menalar” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014, adalah memproses informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen maupun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan keterkaitan satu informasi dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi tersebut. Kompetensi yang diharapkan adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.
Aktivitas ini juga diistilahkan sebagai kegiatan menalar, yaitu proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Menarik kesimpulan Kegiatan menyimpulkan dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah data atau informasi. Setelah menemukan keterkaitan antar informasi dan menemukan berbagai pola dari keterkaitan tersebut, selanjutnya secara bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau secara individual membuat kesimpulan.  

4. Mencoba (Experimenting)  
Mencoba (experimenting) dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Aktivitas pembelajaran yang nyata untuk ini adalah: (1) menentukan tema atau topik sesuai dengan kompetensi dasar menurut tuntutan kurikulum; (2) mempelajari cara-cara penggunaan alat dan bahan yang tersedia dan harus disediakan; (3) mempelajari dasar teoritis yang relevan dan hasilhasil eksperimen sebelumnya; (4) melakukan dan mengamati percobaan; (5) mencatat fenomena yang terjadi, menganalisis, dan menyajikan data;(6) menarik simpulan atas hasil percobaan; dan (7) membuat laporan dan mengkomunikasikan hasil percobaan.
Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar maka: (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yang akan dilaksanakan murid (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen (6) Membagi kertas kerja kepada murid (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.
Kegiatan pembelajaran dengan pendekatan eksperimen atau mencoba dilakukan melalui tiga tahap, yaitu, persiapan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Ketiga tahapan eksperimen atau mencoba dimaksud dijelaskan berikut ini.
a. Persiapan 
  • Menentapkan tujuan eksperimen. 
  • Mempersiapkan alat atau bahan  
  • Mempersiapkan tempat eksperimen sesuai dengan jumlah peserta didikserta alat atau bahan yang tersedia. Di sini guru perlu menimbang apakah peserta didik akan melaksanakan eksperimen atau mencoba secara serentak atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara paralel atau bergiliran  
  • Mempertimbangkan masalah keamanan dan kesehatan agar dapat memperkecil atau menghindari risiko yang mungkin timbul  
  • Memberikan penjelasan mengenai apa yang harus diperhatikan dan tahapan-tahapan yang harus dilakukan peserta didik, termasuk hal-hal yang dilarang atau membahayakan.(Buku Pelatihan Implementasi Kurikulum: 208)  
b. Pelaksanaan  
Selama proses eksperimen atau mencoba, guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan. Di sini guru harus memberikan dorongan dan bantuan terhadap kesulitankesulitan yang dihadapi oleh peserta didik agar kegiatan itu berhasil dengan baik. Selama proses eksperimen atau mencoba, guru hendaknya memperhatikan situasi secara keseluruhan, termasuk membantu mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan menghambat kegiatan pembelajaran. c. Tindak lanjut Peserta didik mengumpulkan laporan hasil eksperimen kepada guru Guru memeriksa hasil eksperimen peserta didik Guru memberikan umpan balik kepada peserta didik atas hasil eksperimen. Guru dan peserta didik mendiskusikan masalah-masalah yang ditemukan selama eksperimen. Guru dan peserta didik memeriksa dan menyimpan kembali segala bahan dan alat yang digunakan  

5. Mengkomunikasikan (Networking)  Pada pendekatan saintifik guru diharapkan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengkomunikasikan apa yang telah mereka pelajari. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil tersebut disampikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.
Kegiatan “mengkomunikasikan” dalam kegiatan pembelajaran sebagaimana disampaikan dalam Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014, adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya. Adapun kompetensi yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar

Referensi dari mengikuti kegiatan Diklat Online BDK Jakarta.

MKRdezign

{facebook#http://www.facebook.com/c47ur1980} {twitter#http://twitter.com/c47ur1980} {google-plus#http://plus.google.com/u/0/+CaturYogaMeiningdiasoke} {pinterest#http://www.pinterest.com/c47ur1980} {youtube#https://www.youtube.com/channel/UCuK3oOO6zZmaOfbh3kw63pw} {instagram#https://www.instagram.com/caturyogam/}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Gambar tema oleh enjoynz. Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget