Latest Post

Jakarta, 18 September 2015. Panitia bersama AGTIFINDO dan KOGTIK telah berhasil melaksanakan kegiatan Seminar Nasional COMPUTER SCIENCE di Aula Gedung A Lantai 3. Kegiatan ini dihadiri hampir 700 peserta yang berasal dari berbagai daerah. Terima kasih kepada semua panita bersama dan peserta yang telah meluangkan waktunya untuk menghadiri dan mensukseskan kegiatan ini. Bapak dan ibu guru TIK yang tidak dapat hadir pada kegiatan ini, dapat melihat kegiatannya pada video yang telah kami lampirkan dibawah ini, bapak dan ibu dapat menyimpulkan hasil dari kegiatan dan perjuangan kami dari kegiatan Seminar Nasional. Kami ulangi kembali, terima kasih sebesar-besarnya kepada AGTFINDO dan KOGTIK yang telah memfasilitasi kegiatan ini. Salam kompak selalu.

Rekaman kegiatan Seminar Nasional COMPUTER SCIENCE

Foto-Foto Kegiatan Seminar Nasional

SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Pendidikan Provinsi Kaltim menyelenggarakan kegiatan dengan tema “Pelatihan Google App Bagi Pendidikan di Abad 21 Menuju Sekolah Tanpa Kertas”.
Pelatihan dilaksanakan mulai tanggal 2 -7 Agustus 2015 di Mesra Business and Resort Hotel dan diikuti sebanyak 100 pserta, dengan rincian Guru SMP sebanyak 20 orang, guru SMA 43 orang dan guru SMK 37 orang.
Sebagai pembuka acara yaitu Kepala UPTD Tekkom dan Infodik Disdik Prov. Kaltim dikarenakan Kepala Dinas Pendidikan Prov. Kaltim sedang tidak ada ditempat. Pembukaan dihadiri Perwakilan Google Indonesia, Asosiasi Guru Teknologi Informasi Indonesia (AGTIFINDO) Kaltim, Asosiasi Guru Teknologi Informasi (AGTIFINDO) Samarinda.
Mutanto, M.Si mengatakan dalam sambutannya sesaat sebelum membuka acara “Salah satu tolak ukur sekolah yang maju dan modern adalah penerapan dan optimalisasi proses pembelajaran dan administrasi sekolah menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). TIK yang digunakan dalam proses pembelajaran, bank data, bahan ajar berbasis TIK, digital library, pembelajaran online.” paparnya.
“Saya yakin bahwa kegiatan ini, nantinya dapat meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik sekaligus mutu instansinya. Semoga kegiatan pelatihan yang dirancang ini dapat memberikan manfaat ganda bagi pihak sekolah, karena program yang digunakan bersifat freeware atau gratis, mudah dikembangkan dan dapat diimplementasikan di lingkungan sekolah menuju paperless school dengan meminimalisir penggunaan kertas dengan beralih pada pemanfaatan teknologi secara maksimal.” tambahnya.
Adapun narasumber dalam pelatihan ini yaitu Pepita Gunawan (Education Manager, Google Indonesia), Indra Charismiadji (Pengamat Pendidikan, Eduspec Indonesia), Budi Prasetya (Senior Trainer, Intel Edukasi), Fathur Rachim, S.Kom, M.Pd (Pemimpin GEG Kalimantan Timur, Master Traner Intel Teach dan Intel Visionaries Ambassador, Ketua Umum DPP AGTIFINDO), Catur Yoga M (GEG East Jakarta, Trainer Intel Teach, Sekretaris Umum DPP AGTIFINDO, Guru TIK MAN 9 Jakarta), Siti Khodijah Dewi Utari (Pemimpin GEG Bogor, Trainer Intel Teach, Bendahara Umum DPP AGTIFINDO).
Muchtar Lubis selaku pembina GEG (Google Educator Group) Kaltim mengatakan dalam sambutannya bahwa “Kegiatan pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan TIK secara maksimal. Disamping itu pula diharapkan dapat menjadi embrio atau simpul-simpul pusat sumber beajar dan paperless school di Kabupaten/Kota masing-masing”. (dkt/san)

Konsep Paperles School adalah mengurangi penggunaan kertas di sekolah dengan tujuan efektifitas dan efisiensi dalam manajemen sekolah. Semua ini dapat dilakukan dengan bantuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang telah berkembang dengan pesat saat ini.

Saat ini sudah umum bagi individu untuk memiliki lebih dari satu perangkat elektronik seperti laptop, smartphone, phablet dan tablet yang dapat mempermudah kita dalam mengakses sebuah informasi yang kita inginkan dan dapat berkomunikasi dengan siapapun tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu. Tapi alangkah ruginya kita sebagai guru, jika perangkat TIK tersebut tidak dapat digunakan semaksimal mungkin untuk meningkatkan transformasi pengetahuan dan keterampilan dalam proses pembelajaran di Madrasah.

Kita semua sudah mengetahui bahwa sebuah perubahan pastinya akan mempunyai dampak postif dan negatif, sama halnya seperti perubahan perkembangan ICT saat ini. Masih banyak Sekolah/Madrasah yang tidak memperbolehkan siswa/i nya untuk membawa smartphone dikarenakan melihat dari dampak negatif yang diakibatkan oleh teknologi tersebut. Peran orang tua dan guru dalam menanamkan pendidikan agama pada anak-anaknya serta menanamkan nilai-nilai kehidupan dan norma-norma yang baik dan tidak baik, agar pemanfaatan teknologi itu sendiri lebih tepat. Dengan demikian dampak negatif dapat semakin tersaring dan meminimaliskan dampak negatif itu sendiri.

Berbicara dalam sudut pandang positif, penggunaan teknologi, seperti smartphone, internet dan komputer telah menjadi sebuah media yang efektif untuk mentransfer pengetahuan dan keterampilan sehingga seorang guru dapat memberikan materi secara interaktif, menarik dan efisiensi waktu. Sekarang ini proses pembelajaran di Sekolah/Madrasah mulai disesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi, sehingga memicu terjadinya perubahan paradigma dalam dunia pendidikan dari teacher centered menjadi student centered.

Hal positif dalam penggunaan teknologi dalam pembelajaran adalah mendukung program Go Green, yaitu mengurangi penggunaan kertas di Sekolah/Madrasah. Karena penggunaan kertas dapat digantikan oleh aplikasi-aplikasi pendidikan berbasis Teknologi.
Beberapa contoh penggunaan kertas yang digantikan oleh ICT:
  1. Tidak perlu memperbanyak kertas ulangan/ujian (foto copy) karena dengan membuat aplikasi Ujian Online siswa/i dapat mengakses soal ujian melalui akses internet maupun intranet Sekolah/Madrasah melalui smartphone atau laptop mereka, dalam hal ini dapat membantu mengurangi ataupun meniadakan biaya memperbanyak soal ulangan/ujian.
  2. Sekolah/Madrasah yang masih mencetak hasil ujian dan menempelnya di papan pengumuman sekolah dapat beralih dengan menggunakan Email yang dibuat secara otomatis maupun dengan menggunakan website berbasis Sistem Informasi internal untuk mempublikasikan hasil ujian secara aman.
  3. Mengirim tugas elektronik. Untuk memudahkan melakukan pengecekan, guru hanya menerima tugas yang dikirim melalui email resmi siswa ataupun menggunakan aplikasi terbaru, yaitu Google Classroom.
  4. Berbagi silabus dan catatan melalui Google Drive, sehingga siswa tidak perlu foto copy, karena sudah berbentuk digital dan dapat dibagikan secara cepat ke akun Google Drive mereka.
  5. Melakukan survey atau angket ke siswa/i dengan menggunakan Google Form, survey atau angket dengan cepat dapat kita ketahui hasilnya.
  6. Membagikan Jadwal Pelajaran dan Kalender Pendidikan Sekolah/Madrasah dengan menggunakan Google Calendar.
  7. Bimbingan Karya Tulis Ilmiah siswa dengan menggunakan Google Docs yang dapat dilakukan secara kolaborasi real time, sehingga guru dapat mengoreksi dan siswa dapat memperbaiki secara bersamaan, sehingga Karya Tulis Ilmiah yang sudah dikoreksi dan disetujui oleh pembimbing barulah dapat dicetak.
Paperless School merupakan salah satu bentuk dari Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI, yang dapat dibaca berdasarkan informasi dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP)

Disusun oleh : Bidang Pengembang Kurikulum dan Kebijakan Pendidikan AGTIFINDO dan KOGTIK

Asosiasi Guru Teknologi Informasi Indonesia (AGTIFINDO.OR.ID) dan Komunitas Guru TIK dan KKPI (KOGTIK) mengadakan kerjasama dalam menyelenggarakan seminar nasional yang bertajuk “Computer Science sebagai Mata Pelajaran dan Arah Kebijakan Pemerintah dalam Kurikulum Nasional untuk peningkatan Pendidikan TIK di Sekolah”. Kegiatan ini sengaja di gagas guna memperoleh masukan dan kajian-kajian akademis dari berbagai pihak agar dapat dijadikan dasar serta pertimbangan bagi pengambil kebijakan (pemerintah) dalam membuat regulasi baru mengenai Guru dan Mata Pelajaran TIK / KKPI di kurikulum nasional mendatang.

Mendikbud, Anies Baswedan telah menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013 bagi sekolahsekolah yang baru melaksanakan Kurikulum 2013 selama 1 semester dan kembali kepada Kurikulum 2006 (KTSP). Meskipun dirasa agak sedikit terlambat dan tidak untuk semua sekolah, paling tidak kebijakan yang tidak populis ini sedikit banyak telah menyelamatkan generasi muda kita dari buta akan TIK sekaligus menyelamatkan banyak guru, khususnya guru honorer serta guru swasta dari PHK (dirumahkan).

Namun jauh sekali berbeda dengan sekolah-sekolah penyelenggara Kurikulum 2013 (sekolah piloting), mata pelajaran TIK / KKPI mencapai titik nadir, antara hidup – mati, antara ada dan tiada. Banyak guru TIK / KKPI yang telah hijrah ke struktural, beralih profesi ke berbagai profesi yang masih bisa menampung mereka, tetap bertahan dengan menjadi pengagguran terselubung, dan tidak sedikit pula yang di PHK / dirumahkan dengan alasan bahwa Permendikbud 68 tentang Peran Guru TIK dalam Kurikulum 2013 sifatnya adalah optional serta berbagai alasan lainnya.

Jika selama ini kita mendengar mengenai pelemahan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), nah begitu pula dengan TIK/KKPI, Permendikbud 68 merupakan bentuk Pelemahan terhadap Peran Guru TIK/KKPI yang tadinya sebagai Guru Mata Pelajaran Wajib menjadi Guru Bimbingan / Layanan TIK yang tugasnya identik dengan Guru BK karena memang sejarah pembuatannya mengadopsi dan mengadaptasi tugas guru BK. 

Ketika bukan sebagai mata pelajaran wajib, maka sekolah akan menjadikan Permen 68 sebagai optional/pilihan sama halnya dengan guru BK. Begitu sulitnya dibanyak sekolah untuk memberikan porsi jam tatap muka dengan guru BK, begitupula yang akan terjadi dengan Guru TIK/KKPI terlebih jika guru tersebur berstatus guru swasta atau honorer. Dan cepat atau lambat peran guru TIK itu pun akan hilang.

Permendikbud 68 yang kelahirannya premature sudah diprediksikan sejak awal akan menuai banyak masalah dan menelan banyak korban. Sejatinya jika alasan karena muatan/konten kurikulum TIK/KKPI yang dianggap ketinggalan zaman maka tentu rasionalnya adalah memperbaiki atau menambah muatan / konten TIK/KKPI yang telah ada, bukan dengan cara menghilangkan atau menghapusnya dari struktur kurikulum.

TIK "bukan" komputer, TIK adalah "Teknologi Informasi dan Komunikasi". Komputer yang "konon" memerlukan listrik tersebut hanya sebagian kecil dari TIK. Contoh sederhana, di dalam mata pelajaran TIK siswa bisa diajarkan bagaimana "algoritma pemrograman", yang mana untuk belajar algoritma pemrograman tidak harus memerlukan komputer dan listrik untuk bisa diajarkan. Olimpiade Sains Nasional "bidang Komputer" yang menjadi Event resmi Kemendikbud memprasyaratkan siswa harus memahami mengenai algoritma pemrograman. 

Computational Thinking (CT) adalah sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran. CT (berfikir komputasi) memang memiliki peran penting dalam pengembangan aplikasi komputer, namun CT juga dapat digunakan untuk mendukung pemecahan masalah disemua disiplin ilmu, termasuk humaniora, matematika dan ilmu pengetahuan. Siswa yang belajar dimana CT diterapkan dalam kurikulum (proses pembelajaran) akan dapat mulai melihat hubungan antara mata pelajaran, serta antara kehidupan di dalam dengan di luar kelas.

Berpikir komputasi adalah teknik pemecahan masalah yang sangat luas wilayah penerapannya. Tidak mengherankan bahwa memiliki kemampuan tersebut adalah sebuah keharusan bagi seseorang yang hidup pada abad ke dua puluh satu ini. Seperti juga bermain musik dan belajar bahasa asing, Computational Thinking melatih otak untuk terbiasa berfikir secara logis, terstruktur dan kreatif.

Istilah CT pertama kali diperkenalkan oleh Seymour Papert pada tahun 1980 dan 1996. Di tahun 2014, pemerintah Inggris memasukkan materi pemrograman kedalam kurikulum sekolah dasar dan menengah, tujuannya bukan untuk mencetak pekerja software (programmer) secara massif tetapi untuk mengenalkan Computational Thinking (CT) sejak dini kepada siswa. Pemerintah Inggris percaya Computational Thinking (CT) dapat membuat siswa lebih cerdas dan membuat mereka lebih cepat memahami teknologi yang ada di sekitar mereka.

Tidak hanya pemerintah Inggris, di tahun yang sama lembaga non-profit dari Amerika Code.org menyelenggarakan beberapa acara untuk mempromosikan manfaat dari berlajar pemrograman. Di beberapa negara CT mulai diintegrasikan kedalam semua mata pelajaran, bahkan di beberapa negara untuk membantu dan mempercepat pengintegrasian dan penetrasi kearah Computational Thinking, mereka memasukan Computer Science (ICT) sebagai sebuah mata pelajaran wajib dalam kurikulum nasional mereka.

Lulusan Ilmu bahasa English, Mathematic, Biology dll mungkin karirnya terbatas hanya pada bidang yang berhubungan dengan jurusannya tersebut, sedangkan lulusan Computer Science dapat berkarier dibanyak bidang seperti farmasi, hukum, wirausaha, politik, dan segala jenis ilmu pengetahuan serta enginering, bahkan dibidang seni sekalipun.

Kini Computer Science sebagai bagian dari STEM/STEAM sudah di laksanakan dibanyak negara sebagi sebuah mata pelajaran wajib, bagaimana dengan Indonesia? Kita berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat segera menerapkan Computer Science di Kurikulum Nasional kita untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dan bersaing serta menjadi pemimpin di Abad 21 ini

Seminar nasional ini mengundang para pakar TIK dan praktisi di bidang pendidikan untuk memberikan pemikirannya tentang solusi terbaik bagi guru TIK dan KKPI yang mata pelajarannya tidak berada dalam struktur kurikulum 2013. Ada pakar IT Indonesia seperti Bapak Onno W. Purbo, pakar pembelajaran Abad 21 Bapak Indra Charismiadji, Bapak Satria Dharma selaku praktisi pendidikan dan narasumber serta praktisi pendidikan lainnya.





Bulan September 2015 ini, target GEG East Jakarta akan mengadakan kegiatan Workshop Computational Thinking. Waktu kegiatan masih dalam perencanaan, dapat dipastikan kegiatan diadakan pada hari Sabtu dan tempat di MAN 9 Jakarta.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan Computational Thinking?

Computational Thinking (CT) is a problem solving process that includes a number of characteristics and dispositions. CT is essential to the development of computer applications, but it can also be used to support problem solving across all disciplines, including the humanities, math, and science. Students who learn CT across the curriculum can begin to see a relationship between academic subjects, as well as between life inside and outside of the classroom.

The International Society for Technology in Education (ISTE), Computer Science Teachers Association (CSTA) and the UK Computing at School working group (CAS) have collaborated with representatives from education and industry to develop computational thinking resources for educators.

“Berpikir Komputasi adalah Keterampilan mendasar bagi Semua Orang, bukan hanya bagi Ilmuwan/Pakar Komputer saja. Untuk membaca, menulis dan berhitung, kita perlu menambahkan cara berpikir komputasi bagi setiap anak yaitu kemampuan menganalisa.” Jeannette Wing, "Computational Thinking," CACM Viewpoint, March 2006.
  • Keterampilan-Memecahkan Masalah dan Teknik dalam penelitian.
  • Metode Pengetahuan menghadapi Abad 21
  • Suatu cara untuk mengembangkan model-model sehingga sistem-sistem yang komplek dan data dalam jumlah besar dapat dipahami dengan lebih baik
  • Peralatan bagi Peserta Didik untuk menciptakan/berkarya.
Pada kegiatan Workshop Computational Thinking, peserta bersama-sama belajar, berdiskusi tentang materi dan mengerjakan soal yang ada di https://computationalthinkingcourse.withgoogle.com kegiatan ini berdurasi 4.5 jam. Diharapkan semua peserta mendapatkan Sertifikat Computational Thinking dari Google. 


Jakarta, 31 Agustus 2015. Google Educators Group (GEG) East Jakarta mengadakan kegiatan Workshop “Administrator Google Apps for Education dan Google Classroom untuk Pembelajaran Abad 21” yang bertempat di MAN 7 Jakarta. Kegiatan ini sangat berbeda, karena dibuka oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jakarta Selatan, bapak Drs. H. Karsa Sukarsa, MM, dan didampingi oleh Pengawas Madrasah untuk MAN 7 Jakarta ibu Dra. Hj. Alwiyah, M.Pd serta Kepala TU MAN 7 Jakarta bapak Giyanta, S.Pd.

Sambutan dan pembinaan dari Kepala KanKemenag Kota Jakarta Selatan membuat kami bersemangat menjadi guru pembelajar, yang selalu siap belajar untuk meningkatkan kompetensi sebagai guru Profesional. 

Kami sangat berterima kasih kepada bapak Drs. H. Karsa Sukarsa, MM yang bersedia membuka kegiatan kami, dan memberikan semangat dan bukti dukungan kepada kami untuk selalu berbagi pengalaman dan pengetahuan antar sesama guru dalam bidang Teknologi Pendidikan dan kami juga sangat berterima kasih kepada Pengawas Madrasah Kota Jakarta Selatan, ibu Dra. Hj. Alwiyah, M.Pd dan bu Siti Fatonah, M.Pd atas dukungan dan fasilitasinya dalam kegiatan kami di Kota Jakarta Selatan.

Sesion ke-1, Google Educators Group (GEG) East Jakarta ini diawali dengan sosialisasi Permendikbud No. 68 Tahun 2014 dan memberikan contoh Administrasi Bimbingan TIK, yang di presentasikan oleh Iik Zakki Mubarok guru TIK MAN 4 Jakarta.

Sesion ke-2, bapak Okdafid, guru Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) MTsN 18 Jakarta mempresentasikan penggunaan Google Classroom, dan memberikan pengalamannya dalam menggunakan Google Classroom di MTsN 18 Jakarta.

Sesion ke-3, bapak Catur Yoga Meiningdias, Guru TIK MAN 9 Jakarta sekaligus sebagai Pemimpin Google Educators Group (GEG) East Jakarta, menerangkan tentang Dashboard Administrator Google Apps for Education, kegiatan ini sangat dinanti oleh peserta, karena username dan password Administrator Google Apps for Education setiap Madrasah sesuai domain Madrasahnya akan diberikan oleh bapak Catur Yoga Meiningdias.

Sesion ke-4, sesion ini lanjutan dari materi Admin Google Apps for Education, yang dipresentasikan oleh guru TIK MAN 7 Jakarta, bapak Syaifudin.

Sesion ke-5, suasana menjadi heboh dengan menariknya pemberian presentasi oleh bapak Moch. Abdul Azis guru SMAN 56 Jakarta tentang Intel Easy Step.

Administrator Google Apps for Education sangat penting diimplementasikan di Madrasah, karena dapat mampu memfilter konten-konten yang tidak pantas dilihat oleh anak-anak. Dan merupakan teknologi pembelajaran berbasis awan (Cloud Computing), antara lain dapat digunakan sebagai kegiatan pembelajaran:
  1. Google hangout: Video Conference
  2. Google Docs: Model pembelajaran kolaborasi (collaborative learning), Form online tanggapan siswa, raport online siswa, diskusi online, survey online dll.
  3. Google Calendar: Manajemen Waktu
  4. Google Site/Web Blog: Membangun situs sebagai media berbagi, catatan, portofolio yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
  5. Google Classroom: E-Learning yang dapat digunakan secara privasi dan gratis untuk Madrasah.
Kita berkumpul untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam sebuah komunitas yang bernama Google Educators Group (GEG) East Jakarta, karena kita yakin bahwa Madrasah Lebih Baik, dan Lebih Baik Madrasah.

Foto-foto kegiatan Workshop Google Apps for Education:
Gabung bersama kami di Google Educators Group (GEG) East Jakarta:
1

Sangat kecewa sebenarnya hati ini, dikarenakan tidak mendapatkan ijin untuk mengikuti Pelatihan Pemrograman Android di Universitas FTI Yarsi pada tanggal 25-28 Agustus 2015. Pengetahuan ini sebenarnya sangat penting bagi guru zaman sekarang, untuk membuat media pembelajaran berbasis Android dan dapat juga dijadikan sebuah materi untuk siswa/i dalam kegiatan Ekstrakurikuler ICT. Tapi apa boleh buat, ya tidak diijinkan. 

Semangat tetap berkorbar dalam hati ini untuk mendapatkan pengetahuan yang baru. Akhirnya saya meminta modul ke bu Herika Hayurani, M.Kom, ketua Program Pelatihan Pemrograman Android tersebut.

Kawan-kawan dapat melihat dan mendownload modul tersebut dibawah ini. Oke selamat belajar, dan saya pun belajar juga.


MKRdezign

{facebook#http://www.facebook.com/c47ur1980} {twitter#http://twitter.com/c47ur1980} {google-plus#http://plus.google.com/u/0/+CaturYogaMeiningdiasoke} {pinterest#http://www.pinterest.com/c47ur1980} {youtube#https://www.youtube.com/channel/UCuK3oOO6zZmaOfbh3kw63pw} {instagram#https://www.instagram.com/caturyogam/}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Gambar tema oleh enjoynz. Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget