Articles by "Keagamaan"


REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Prof Dr Achmad Satori Ismail

Tugas utama Rasulullah SAW adalah mengubah umat manusia menjadi insan ‘abid, saleh, dan mushlih (mampu melakukan perbaikan). Fokus pembinaannya dalam empat hal, yaitu menanamkan akidah, penyucian jiwa, mengajarkan Alquran dan hadis, serta membina keterampilan umat (QS al-Jumuah: 2). 

Beliau telah melakukan tugasnya dengan sempurna sehingga generasi sahabat adalah generasi terbaik sebagaimana disabdakan, “Sebaik-baik abad adalah abad generasiku.’’ (HR Al Bukhari dan Ibnu Hibban). (Lihat QS at-Taubah: 100).  Dalam memperbaiki perilaku bangsa Arab jahiliah, Rasulullah menggunakan beberapa cara mujarab. 

Pertama, mengokohkan keimanan dan beribadah kepada Allah SWT. Keimanan ini akan menghasilkan ketenangan jiwa dan bertawakal kepada-Nya merupakan sendi untuk menjadikan hidup kita dalam kerangka ibadah kepada-Nya (lihat QS adz-Dariyat 56). Corak kehidupan Muslim seperti ini dijelaskan dalam QS al-An’am ayat 162. 

Kedua, menanamkan ketakwaan dan memperbanyak zikrullah. Rasul bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada (HR Ahmad dan Turmudzi) dan beliau menjelaskan bahwa tempat takwa adalah hati (HR Muslim). Ketakwaan akan mengingatkan kita saat digoda iblis (QS al-A’raf 201).

Bila ketakwaan sudah menguasai hati, akhlak seseorang akan menjadi sangat mulia. Ketiga, menanamkan keikhlasan dalam semua perbuatan. Allah menegaskan hal ini dalam QS az-Zumar ayat 1 dan al-Bayyinah ayat 5. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya amal  itu tergantung niatnya.’’(HR Bukhari).

Beliau juga menyuruh kita agar mewaspadai riya seraya bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kamu sekalian adalah syirik kecil. Mereka bertanya, ‘apakah syirik kecil itu?’ Beliau menjawab, ‘riya’.” (HR Ahmad). Keempat, zuhud dan selalu mengingat akhirat. 

Rasulullah mengingatkan para sahabat dengan akhirat dan menganjurkan agar merenggangkan diri dari dunia. Beliau bersabda, “Perbanyaklah menyebut penghancur kenikmatan, yakni kematian (HR Turmudzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah). Kelima, Rasulullah mendidik para sahabat untuk mencintai ilmu dan mempelajarinya. 

Abu Abdurrrahman as-Sulami berkata, “Sahabat-sahabat Nabi yang membacakan Alquran kepada kami meriwayatkan bahwa mereka mempelajari 10 ayat dari Nabi dan belum mengambil 10 ayat yang lainnya sebelum memahami dan mengamalkannya. Lalu mereka berkata, “Kami mengetahui dulu ilmunya, lalu mengamalkannya.’’ ( HR Ahmad dan lainnya).

Keenam, memberikan teladan yang baik dan selalu paling terdepan mempraktikkan akhlak mulia sesuai dengan firman Allah dalam QS al-Ahzab:21 sebagai teladan beliau berada di atas akhlak yang agung (QS al-Qalam: 4). Ketujuh, menanamkan kebebasan dan sikap yang positif. 

Nabi bersabda, “Janganlah kamu menjadi orang plinplan lalu berkata, bila manusia baik, maka kami ikut baik, dan bila mereka zalim, kami pun ikut. Akan tetapi, bentengilah dirimu, bila manusia baik, kamu harus berbuat baik, dan bila mereka jahat, janganlah ikuti kejahatan mereka.’’(HR at-Turmudzi). 

Kedelapan, memperhatikan kejiwaan orang yang mau diubah dan hal ini dilakukan secara berkesinambungan. Beliau selalu berbicara dengan setiap orang sesuai dengan kondisi mukhothob. Kesembilan, mengikutsertakan orang lain dalam melakukan perubahan dan menyiapkan ahli di bidang  tertentu.  

Rasulullah pernah bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.’’ (HR al-Bukhari). Hadis ini menegaskan bahwa kewajiban untuk menyampaikan ajaran Alquran bukan hanya bagi Rasulullah, melainkan setiap Muslim wajib menyampaikannya. Kesepuluh, bervariasi dalam cara mengubah, seperti dengan membuat perumpamaan, bercerita, diskusi, ataupun menggambar agar tidak muncul kebosanan dalam diri para sahabat.  Semoga kita bisa meneladani Rasulullah.

Redaktur: Heri Ruslan


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Toto Tasmara

Bila engkau ingin membuka pintu-pintu surga, hormatilah kedua orang tuamu. Sebaliknya, bila ingin membuka pintu-pintu neraka maka kedurhakaan kepada orang tua adalah kendaraan yang paling cepat menuju ke tempat jahanam itu. Bahkan, siksanya pun disegerakan tanpa harus menunggu kiamat. Rasulullah bersabda, “Semua dosa akan ditangguhkan Allah sampai hari kiamat, kecuali durhaka kepada orang tua. Maka, sesungguhnya Allah akan menyegerakan kepada pelakunya di dunia sebelum meninggal.” (HR Hakim).

Itulah sebabnya, ajaran budi pekerti paling awal adalah pelajaran untuk bersikap santun dan menghormati orang tua. Rasulullah bersabda, ”Bukanlah pengikutku, mereka yang tidak hormat pada yang tua dan sayang pada yang kecil.”
Bahkan, mereka yang memperolok-olok dan menghina orang tua yang lain, sama saja dengan menghinakan kedua orang tua kandungnya sendiri. “Sesungguhnya di antara sebesar-besar dosa ialah seseorang yang melaknati orang tuanya sendiri.” Para sahabat merasa heran bagaimana mungkin seorang melaknati orang tuanya padahal mereka adalah penyebab dilahirkannya. Kemudian, para sahabat bertanya, ”Bagaimana seorang melaknati orang tuanya sendiri?” Rasulullah menjawab, “Dia mencaci ayah orang lain dan ia mencaci ibu orang lain.” (HR Bukhari Muslim).

Anak yang saleh tidak hanya mendoakan orang tuanya yang telah meninggal, tetapi tanda-tanda kesalehannya akan tampak ketika dia melanjutkan silaturahimnya dengan kerabat dan sahabat orang 

Suatu ketika, Abdullah bin Umar ra sedang mengendarai keledainya. Tiba-tiba lewatlah seorang Arab gunung. Beliau bertanya pada orang itu, “Bukankah engkau anaknya Fulan bin Fulan?” Dia menjawab, “Benar.” Serta-merta Ibnu Umar ra memberikan keledainya sembari berkata, “Naiklah.” Beliau juga memberikan surbannya dan mengatakan, “Ikat kepalamu dengan surban ini.” Melihat hal itu, sahabat-sahabat beliau pun berkata, “Semoga Allah mengampunimu. Mengapa engkau berikan kepada orang Arab gunung itu keledaimu yang biasa engkau kendarai serta surbanmu yang biasa engkau gunakan untuk mengikat kepalamu?” Beliau pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Di antara sebaik-baik bakti kepada orang tua adalah menyambung tali kekerabatan dengan keluarga orang yang dicintai ayahnya sepeninggalnya.” Beliau muliakan orang Arab gunung itu karena ayah orang itu adalah teman ayahnya yaitu Umar bin Khattab ra. (HR Muslim).

Pantaslah orang-orang saleh, bila bersilaturahim senantiasa membawa putra dan putrinya, kemudian memperkenalkan mereka kepada sahabat-sahabatnya. Selain itu, mereka juga diajarkan untuk meneruskan persahabatan dan kekerabatan tersebut. Mereka mengajarkan etika sopan santun kepada orang yang lebih tua. Mereka inilah yang dijanjikan akan mendapatkan kenikmatan surga adnin. (QS Ar-Ra’du [13]: 23). Wallahu a’lam.
Redaktur: Heri Ruslan


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ustaz Imron Baehaqi Lc *

Berbuat baik kepada orang tua (Birrul Waalidain) menempati posisi yang istimewa dalam Islam. Perintah untuk berbuat baik kepada orangtua ditempatkan pada rangking kedua setelah perintah untuk beribadah kepada Allah SWT. "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu apa pun. Dan hendaklah kalian berbuat baik kepada ibu bapak." (QS. An-Nisa [4]: 36).

Sebaliknya, durhaka kepada orang tua (Uquuqul waalidain) adalah sebagai dosa besar yang menempati posisi kedua sesudah dosa syirik. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda: "Dosa-dosa besar itu adalah: Mempersekutukan Allah (syirik), durhaka kepada kedua orang tua, membunuh manusia dan sumpah palsu." (HR. Bukhari).
Demikian juga Allah SWT menempatkan perintah berterima kasih kepada ibu bapak  setelah berterima kasih kepada Allah SWT. "Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu dan bapaknya; ibunya yang telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang semakin lemah, dan menyusukannya selama dua tahun. Oleh sebab itu, bersyukurlah kepadaKu dan kepada ibu bapakmu, hanya kepadakulah tempat kembali." (QS. Luqman [31];14).

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW menghubungkan antara keridhaan dan kemurkaan Allah SWT dengan keridhaan dan kemurkaan kedua orang tua. Beliau bersabda: "Keridhaan Allah ada pada keridhaan orang tua. Dan kemarahan Allah ada pada kemarahan orang tua." (HR. Tirmidzi).

Begitulah Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan kedudukan yang sangat istimewa terhadap orangtua sehingga berbuat baik kepada keduanya merupakan suatu kewajiban dan kemuliaan. Sedangkan durhaka kepada keduanya adalah sebuah kemaksiatan dan dosa besar yang sangat hina.

Berbuat baik kepada orang tua merupakan perintah yang tidak putus karena kewafatannya. Maknanya, meskipun orang tua sudah wafat, si anak atau ahli waris yang masih hidup masih diberikan kesempatan untuk berbuat baik kepada arwah orang tuanya, yaitu dengan cara mengurus jenazahnya dengan baik (memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan); melunasi utang-utangnya; melaksanakan wasiatnya; meneruskan silaturahim yang dibinanya semasa hidup; memuliakan sahabat-sahabatnya dan mendoakannya.

Seorang laki-laki dari Bani Salimah datang dan bertanya kepada baginda SAW. "Ya Rasulullah, adakah sesuatu kebaikan yang masih dapat aku lakukan terhadap  ibu bapakku yang keduanya sudah meninggal dunia? Rasulullah menjawab: "Ada, yaitu: Menshalatkan jenazahnya, memintakan ampun baginya, menunaikan janjinya, meneruskan silaturrahimnya dan memuliakan sahabatnya." (HR. Abu Daud). Wallahu al-Musta'an.

* Penulis adalah: Pengurus PCIM Malaysia, Bidang Dakwah dan Tarjih dan sekarang sedang menyelesaikan Program Masternya di Bidang Usuluddin di Universiti Malaya (UM), Kuala Lumpur, Malaysia
Redaktur: Heri Ruslan


“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS.Al-Hujurat(49):13).
Manusia adalah mahluk sosial; yang selalu membutuhkan perhatian, teman dan kasih sayang dari sesamanya. Setiap diri terikat dengan berbagai bentuk ikatan dan hubungan, diantaranya hubungan emosional, sosial, ekonomi dan hubungan kemanusiaan lainnya. Maka demi mencapai kebutuhan tersebut adalah fitrah untuk selalu berusaha berbuat baik terhadap sesamanya. Islam sangat memahami hal tersebut,
oleh sebab itulah silaturahmi harus dilaksanakan dengan baik. Silaturahmi dijalankannya antara lain dengan saling mengunjungi, menjenguk yang sakit, saling membantu, saling menghormati dan tidak berbuat fitnah. Dengan adanya hubungan dan silaturahmi yang baik, maka ia akan mengantarkan manusia kepada kemudahan, ketenangan dan kedamaian di dunia. Allah SWT sangat murka melihat seorang yang tidak mau melaksanakan silaturahmi, apalagi bila orang itu memiliki kekuasaan.
“ Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dila`nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka”. (QS.Muhammad(47):22-23).
Demikian pula terhadap orang yang sombong. “ Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.(QS An-Nisaa’(4):36).
Rasulullah bersabda :” Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlak.”; “Seorang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling sempurna akhlaknya.” ; “Wahai manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambungkanlah tali silaturahmi dan dirikanlah shalat pada malam hari ketika manusia tertidur niscaya kamu masuk surga dengan selamat.”( HR Bukhari – Muslim) ;
“ Tidak dikatakan beriman orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya”(HR Bukhori) ; “ Bukanlah orang Mukmin orang yang selalu mencela, mengutuk, berkata keji dan berkata kotor”.(HR Muslim). Rasulullah ditanya; apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke surga. Rasulullah menjawab : “Akhlak yang baik.”. Rasulullah ditanya; apa yang paling banyak mengantarkan manusia ke neraka. Rasulullah menjawab:” Mulut dan kemaluan”. (HR Tirmidzi).
Setiap manusia adalah pemimpin, minimal bagi dirinya sendiri. Seorang laki-laki yang telah memutuskan menikah maka ia adalah pemimpin bagi keluarganya. Sebagai kepala keluarga ia wajib menafkahi dan mengayomi anak dan istrinya. Masing-masing anggota keluarga memiliki tugas dan tanggung-jawabnya masing-masing. Seorang istri wajib mendidik dan memberikan kasih-sayang, perhatian dan kelembutannya kepada anak-anaknya, menjaga harta dan kesuciannya serta menghormati suaminya. Sedangkan bagi seorang anak, wajib baginya menghormati dan menyayangi kedua orang-tuanya.
“…… hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”. (QS.Al-Isra’a(17):23-24).
Melalui perut seorang ibulah manusia dilahirkan. Dari Bahaz bin Hakim dari ayahnya dari neneknya ra, ia berkata, aku bertanya : “ Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbuat baik?”. Beliau bersabda: ”Ibumu”. Aku bertanya lagi: ”Kemudian siapa?. Beliau bersabda: ”Ibumu”. Aku bertanya lagi :”Kemudian siapa?”. Beliau bersabda: ”Ibumu”. Aku bertanya lagi: ”Kemudian siapa?”.Beliau bersabda : “ Ayahmu, kemudian yang lebih dekat”. (HR Abu Dawud dan Tarmidzi).
Sebaliknya Ia menyukai orang yang mau segera bertaubat, menyadari dan memperbaiki kekhilafan seraya meminta sekaligus memafkan kesalahan orang lain.
“ Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.(QS.Ali Imraan(3:133-134).
Berbuat baik kepada sesama manusia memang tidak mudah. Bahkan Allah SWT mengumpamakannya sebagai jalan yang mendaki lagi sukar. Namun itulah jalan bagi orang-orang golongan kanan, yaitu golongan orang-orang yang disayangi-Nya.
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat atau orang miskin yang sangat fakir. Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan”.(QS.Al-Balaad(90):12-18).
Rasulullah bersabda :“Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak akan bertambah dekat kepada Allah bahkan ia akan tambah jauh dari-Nya”.“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya”.
(Q S.Ath-Talaaq(65):2-3).
Maka untuk itu seharusnya kita berusaha agar akhlak kita sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya, akhlak yang mendekatkan kepada ketakwaan. Yaitu dengan cara sebagai berikut :
1.Mencari ilmu (yang dapat membedakan mana akhlak yang baik dan mana yang buruk). Walaupun sesungguhnya setiap manusia memiliki naluri yang sama untuk menilai suatu perbuatan, apakah itu baik atau buruk. Karena akhlak adalah fitrah.
 Kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan dosa itu adalah yang tidak nyaman dalam dirimu dan engkau tidak suka dilihat oleh orang lain” . (HR Muslim).
2. Mengokohkan nilai-nilai iman. Keinginan berakhlak mulia yang selalu disandarkan karena Allah SWT bukan karena sebab lain.
3. Melatih diri. Yaitu dengan cara memperbanyak ibadah sunnah, seperti shalat sunnah, puasa sunnah dll.
4. Bergaul dengan orang shaleh. Yaitu dengan mencari lingkungan yang baik dan meninggalkan lingkungan yang buruk.
5. Mengambil teladan yang baik.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.(QS.Al-Ahzab(33):21).
6. Membiasakan diri untuk mau menerima nasehat yang baik.
Doa Rasulullah : “Allahummahdinii ihsanil ahklak fainnahu laa yahdiil ahsaniha illa Anta, washrif annii sayyiahaa fainnahu laa yashrifu annii sayyiahaa illa Anta.” (Ya Allah tunjukkanlah aku kepada akhlak yang baik sesungguhnya tiada yang memberi petunjuk kepada akhlak yang baik kecuali Engkau, palingkanlah aku dari akhlak yang buruk sesungguhnya tiada yang memalingkan kecuali Engkau).
Wallahu’alam bishawwab.
Jakarta, 25/7/2007.
Vien AM.
Disarikan diri : Minhajul Qashidin oleh Ibnu Qudamah.

MKRdezign

{facebook#http://www.facebook.com/c47ur1980} {twitter#http://twitter.com/c47ur1980} {google-plus#http://plus.google.com/u/0/+CaturYogaMeiningdiasoke} {pinterest#http://www.pinterest.com/c47ur1980} {youtube#https://www.youtube.com/channel/UCuK3oOO6zZmaOfbh3kw63pw} {instagram#https://www.instagram.com/caturyogam/}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Gambar tema oleh enjoynz. Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget